Merdu Rindu

Sudah lama sekali kamu tidak datang. Kamu ke mana saja? Tapi nggak papa kan? Mungkin Yang Maha Kuasa belum mengirimkan takdirnya untuk mempertemukan kita. Ah kamu ini, pandai sekali membuat orang rindu. Awal bulan lalu kamu datang pertama kali setelah jeda panjang itu di kota ini. Aku pun juga tidak bisa bertemu. Aku sedang di kota seberang. Hanya dengar kabar saja kalau kamu datang.  Sampai akhirnya, kamu datang lagi. Dengan sepucuk rindu itu, mungkin kamu sengaja menghadangku yang sudah lama ingin sekali bertemu. Aku benar-benar terjebak. Kamu sukses membuatku tidak bergerak. Berhenti di sebuah emperan toko, menantimu menghilang.

Yang dinanti-nanti akhirnya kembali. Sore ini kamu datang lagi. Dengan merdu khas suaramu, kamu datang seolah menumpahkan rindu. Ah, merdu sekali. Orang-orang juga merasa nyaman mendengar suaramu. Pohon di seberang jalan itu juga ikut berlenggak-lenggok bak penari yang diiringi lantunan tembang. Rindu membuncah. Pun dengan rindu ini. Akhirnya kita bertemu ya.. Aku cuek saja sebenarnya, tak pernah menghiraukan kalau kamu akan datang. Katanya, mendung tak berarti hujan, bukan? Tapi aku tetap selalu menanti dalam diam. Paradoks memang.

Silahkan kamu berlama-lama. Aku sedang pura-pura tidak menghiraukan jika kamu singgah terlalu lama. Tak semuanya orang senang sepertinya. Tapi ya, lagi-lagi manusia. Kalau dituruti banyak maunya.

Di sudut barat sana juga ada jingga senja seperti biasa, walau tertutup mendung. Seperti senja yang kita tunggu waktu itu. Tapi tak apa, yang  terhalang bukan berarti hilang, bukan? Kamu di sini dulu ya, menemaniku menanti senja itu sampai hilang. Mau kan? Mendengarkan suaramu, sambil sesekali melirik senja. Sebelum kamu kembali, aku akan mendengar dersik dan rinaimu. Hujan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menerapkan Meritrokasi dalam Pendidikan di Indonesia, Siapkah?

Dirampas Kenangan