Menerapkan Meritrokasi dalam Pendidikan di Indonesia, Siapkah?


Pengertian Meritrokasi
Meritokrasi merupakan sebauah kata yang berasal dari kata merit atau manfaat, meritokrasi menunjuk suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan (wikipedia.com). Menurut Amir Hasan Dawi  (2002) dalam bukunya yang berjudul ‘Penteorian Sosiologi dan Pendidikan’, meritokrasi  adalah satu pandangan atau memberi peluang kepada orang untuk maju berdasarkan meritnya, yakni berdasarkan kelayakan dan kecakapannya atau kecemerlangannya. 
Istilah meritokrasi pertama kali digunakan oleh Michael Young pada tahun 1958 dalam bukunya Rise of the Meritocracy. Dalam buku itu, mengisahkan tentang status di masyarakat ditentukan oleh IQ serta usahanya. Akhirnya, sistem meritokrasi mengarah ke revolusi sosial di mana massa menggulingkan elit, yang telah menjadi sombong dan terputus dari sentimen publik.

Meritokrasi di Era Globalisasi
Di jaman yang semakin modern ini, di era globalisasi, semua aspek kehidupan berjalan dengan adanya persaingan atau kompetisi yang semakin hari semakin ketat. Tidak dipungkiri lagi, semua yang ingin didapatkan harus melalui persaingan.  Kehidupan yang bergerak seiring dengan majunya peradaban manusia, mau tidak mau menuntut kita untuk mengikuti perkembangannya jika tidak ingin tertinggal.
Bila kita lihat, sudah semakin jarang segala bentuk pemilihan atau penentuan posisi dalam sebuah organisasi dunia yang membadakan ras, agama, dan warna kulit. Begitu juga dengan aspek lain, seperti ekonomi, budaya, dan sosial, baik orang Afrika, Eropa, Asia, Amerika, dan Australia semua memiliki kesempatan yang sama. Ban Ki-Moon dari Korea Selatan sebagai Sekjen PBB, Sri Mulyani dari Indonesia sebagai Directur World Bank, Jokowi dari Solo sebagai Gubernur DKI Jakarta. Itu adalah beberapa contoh tokoh-tokoh yang bisa berprestasi di kancah Internasional yang berasal dari berbagai Negara. Mereka tidak serta merta dipilih begitu saja, tetapi dilihat dari kemampuan dan prestasinya. Kondisi di dunia sekarang ini sudah jauh dari anggapan klasik bahwa yang bisa berkuasa adalah orang- orang berkulit putih, para bangsawan, dan orang- orang kaya saja. Semua orang memiliki hak dan kesempatan yang sama.

Meritokrasi dalam Praktek Pendidikan di  Indonesia
            Meritokrasi di Indonesia sudah mulai muncul di berbagai aspek kehidupan, dan kian berkembang dari waktu ke waktu. Terutama di bidang pendidikan. Jika diperhatikan di dunia pendidikan kita, jalur masuk dari mulai calon murid SD hingga calaon mahasiswa di perguruan tinggi semua melewati tes. Entah itu tes terlulis atau seleksi nilai rapor. Anggapan dasarnya, nilai teringgi menggambarkan bahwa ia mampu dan mempunyai kelebihan untuk menerima penghargaan dari apa yang diinginkannya. Artinya, mereka yang mempunyai nilai tinggi adalah mampu. Akan tetapi, apakah hasilnya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan?
Ketika orientasi sistem meitokrasi adalah hasil atau nilai, maka setiap orang akan berlomba-lomba mendapatkan yang tertinggi. Tanpa memikirkan bagaimana proses untuk mendapatkannya. Keadaan di Indonesia demikian. Seperti kasus yang sempat heboh di tahun 2011, kasus contek masal UN SD di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya. Mereka menginginkan nilai hasil UN yang tinggi, tetapi cara yang digunakan kurang dibenarkan, karena kompetisi yang berdasarkan pada meritokrasi ialah mengandalkan kemampuan, bukan hanya hasil yang tinggi tanpa kemampuan yang sepadan.
            Contoh kasus lain, seperti yang dikutip dalam tempo.com, kasus yang terjadi di UM UGM 2012. Sebanyak 52 joki ditangkap dalam Ujian Masuk (UM) Program Internasional Fakultas Kedokteran UGM 2012. Para peserta tes UM tidak mengerjakan tes sendiri, melainkan meminjam tangan joki untuk mengerjakan soal-soal UM tersebut. Untungnya aksi perjokian ini diketahui lebih awal, pada saat tes. Selain bisa meringkus para pelaku, pihak kepolisian menyelamatkan juga calon-calon pasien yang akan menjadi korban dari praktek para calon dokter ‘gadungan’ tersebut. Apa jadinya jika para calon mahasiswa nanti lolos seleksi dan berprofesi dokter setelah lulus? Itu hanyalah dua contoh dari sekian banyak praktek dalam sistem pendidikan kita. Inilah potret dari negeri kita, Indonesia.

Umi Sholihah
PBI FBS UNY

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dirampas Kenangan

Merdu Rindu