Tiga Puluh Menit untuk Selamanya

Delapan belas Oktober kala itu. Pagi yang panas, tidak seperti biasanya. Remuk redam gemeletuk tulang tulang semakin terasa ketika mata mulai terbuka. Tiga jam yang berlalu, tubuh ini rebah di atas kasur kak Deny dan kak Yusi, dan sekarang aku sudah harus terjaga, mulai mempersiapkan semuanya. Dengan berat memicingkan mata, lalu kembali meringkuk. Sudah pukul 4.30 ternyata. Ramai, riuh suara orang mengantri mandi tak jauh beda dari suasana asramaku dulu, ah sudahlah, membatku semakin rindu saja. Hari ini aku menginginap di kontrakan teman-teman UNNES. Soka, Mertoyudan, Magelang. Ini adalah hari terakhirku di SMP N 12 Magelang. Akhir yang takkan pernah berakhir. Pelepasan PPL UNNES dan UNY agenda yang akan mengakhiri masa PPL kami di SMPN 12 Magelang.
Bak waktu yang tak pernah berhenti berputar, pun dengan semangatku bersama kawan-kawanku pagi ini. Semua yang telah sipersiapkan selama hampir lima puluh hari, hanya untuk hari ini, ya, untuk acara Pensi dan Pelepasan PPL UNNES-UNY. Melalui proses yang begitu melelahkan. kami akan mementaskan sebuah Drama Musikal "Bandung Bondonyowo". Pergi ke Magelang untuk melatih Drama dan pulang lagi sudah menjadi hal biasa semnjak KKN-PPL ku ditarik pertengahan September lalu. Semua harus dijalani. Inilah konsekuensi dari semua pilihan. Pernahkah kamu merasa bahwa usahamu rasanya sia-sia belaka? Belum sedikitpun terpercik hasil yang bisa dilihat dari kerasnya sebuah usaha. Ya. Aku mulai pesimis dengan semua ini. Melatih mereka untuk mendalami peran sebagai pemain sebuah cerita, memahami bahkan menghafalkan naskah, berlatih akting yang merupakan hal wajib dalam proses latihan sebuah drama. Inilah yang harus kita lalui bersama, sayangku. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup akan terasa setelah lelah berjuang (Imam Syafi’i). Benar-benar lelah, tapi aku tak pantas untuk mengeluh, karena aku mempunyai Engkau yang Maha Pemberi Keajaiban. Maha Pengabul dari segala doa.
H-1. isi kepala sudah mulai kacau. Sudah tidak bisa berfikir dengan tenang. Partnerku, Dina, melayangkan sebuah pesan di pagi buta, mengabarkan bahwa audio belum bisa diselesaikannya. Ya Rabb, betapa kalut pikiran ini. Sepagi mungkin harus segera ke Magelang. Dengan langkah yang tergesa segera mengajak si Vegy meluncur ke Kota Sejuta Bunga. Kembali membersamai anak-anak mendalami peran mereka. Ya Rabb, lancarkanlah semuanya.
“Siapa yang belum jelas dengan keluar masuk pemain?”, seolah berteriak karena memang suasana hati yang sudah tidak kondusif lagi setelah gladi resik. Semua pemain mengacungkan tanggannya. Ya Allah, bisikku dalam hati. Besok pagi harus tampil dan semua pemain masih belum jelas dengan keluar masuk pemain. Sekarang dengarkan, simak naskah kalian, Ms. Umi akan menjelaskan kembali setiap science-nya”.
Dengan langkah kuat dan tegar, walau badan rasanya sudah remuk redam, pagi itu, aku harus persiapkan semua properti, semua kostum pemain, mengkondisikan anak-anak.“Prajurit, ini tongkatnya. Kalian bawa jarik semua kan? Sip. Jin ini Candinya ada 3. Dayang sudah bawa manset? Prabu, mana kostummu? Kalian duduk dulu di sini. Nggak usah prgi kemana-mana.” Mengkondisikan mereka sekaligus mengecek semua persiapan dan kelengkapan. Suasana aula yang sudah tidak karuan. Sulit sekali mengkondiskan mereka agar tidak berada disini dulu selain penampil. Huft.  “Miss, Ms. Dina-nya mana?”, tanya beberapa anak. Ms. Dina masih dalam perjalanan. Sudah ditunggu saja”.
“Pemain drama kesini semua”, pintaku kepada mereka untuk berkumpul sebagai  briefing terakhir sebelum pentas. “Hari ini kalian pentas, Ms. Umi dan Ms. Dina tidak bisa menunggu kalian di samping panggung. Tidak mungkin. Kalian main sebisa kalian, semampu kalian. Seperti kemaren waktu latihan. Main seperti waktu latihan. Paham? Kalian pasti bisa, karena kalian sudah berlatih, semua orang di sekolah ini akan menyaksikan kalian di panggung yang sebesar itu. Kalian pasti bisa tampil bagus. Fokus. Anggap penonton tidak ada,” hanya itu pesanku kepada mereka. Seolah aku akan berteriak Vincero! Kita akan menang! (novel 12 Menit untuk Selamanya). Dengan hati yang harap harap cemas, sekaligus aku berdoa “Ya Rabb, berikanlah kemudahan kepada kami, lancarkanlah ini semua. Aamiin.”
Betapa beban menjadi seorang pendidik, memastikan ilmu yang kita berikan mampu dikuasai oleh peserta didik kita. Betapa beban seorang pendidik ketika semua ayang disuahakan tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan. Di sini kami mendidik mereka, melatih mereka untuk berperan sebagai pemain dalam cerita. Kecil yang kami harapkan, tidak ingin mengecewakan anak-anak yang sudah berlelah-lelah berjuang.
Waktu pentaspun dimulai, giliran drama musical untuk pentas. Khawatir sekali hati ini. “Semangat, kalian pasti bisa. Pokoknya PD, fokus, mainnya total,” kata-kata penyemangat terakhirku kepada mereka sebelum mereka naik ke atas panggung. Dina sebgai operator. Dan aku di samping panggung sebagai memantau kelaur masuk pemain bak Hanung Bramantyo (bolehlah, kayak mas Hanung) jauh dari yang dikhawatirkan. Jauh dari yang dicemaskan. Mereka tampil dengan bagus. Main dengan total. Bisa improvisasi di atas panggung. Semua penonton terhibur, menikmati setiap pementasan di setiap detiknya. Alhamdulillah, Ya Allah, perjuangan ini tidak sia-sia. Kebahagian kami berdua tak bisa dilukiskan lagi dengan kata-kata. Melihat ini semua sudah cukup untuk membayar lelah selama dua bulan berproses. Semua pemain Nampak senang. Mereka berhasil memerankan apa yang seharusnya mereka pmainkan.
Tiga puluh menit berlalu, pentas drama pun usai. Para pemain satu per satu turun panggung. “Kalian hebat, kalian luar biasa, kalian mainnya bagus,” pujian dan acungan jempol mengalir kepada setiap pemain, terutama ya dari pelatinya ini lah . Sembari mempersiapkan snack pemain, mengemasi kostum yang mereka kenakan, salah seorang pemain kami, Danu yang mererankan tokoh Bandung menyampaikan, “ bu, aku acungi jempol buat Bu Umi sama B u Dina, musiknya bagus, bisa buat joget. Haha, aku saja juga tidak tahu kalau musiknya apa saja di audionya. “Terimakasih ya Miss?” “terimakasih buat apa?” tayaku dengan nada penasaran. “Ya terimakasih buat semuanya”imbuhnya.

Alhamdulillah, akhirnya semua ini berjalan dengan lancar, semua senang, semua bahagia. Terimakasih kawan-kawanku PPL UNNES dan UNY SMP 12 Magelang, terimakasih dewan guru dan karyawan, terimakasih murid-murid, yang paing special terimakasih murid-murid kelas VII B dan VII C. Kalian hebat. Kalian luar biasa. Vincero! Tiga puluh menit ini akan kukenang untuk selamnya. Love you all, guys. :*
Sebelum Pentas
Saat Pentas
#Latepost
Magelang, 18 oktober 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menerapkan Meritrokasi dalam Pendidikan di Indonesia, Siapkah?

Dirampas Kenangan

Merdu Rindu